Latest Stories
What is new?
Agenda
Berita,
Rekomendasi
»
POTRET KEBHINEKAAN DALAM DEMOKRATISASI DI INDONESIA
POTRET KEBHINEKAAN DALAM DEMOKRATISASI DI INDONESIA
By Maxhavellar On Sabtu, 31 Desember 2011
Berita,
Rekomendasi
0 comments
Negara terlihat
belum melaksanakan fungsi sebagaimana mestinya dalam menjalankan konstitusi
negara. Negara nampak tidak konsisten
dalam memberikan perlindungan dan penghormatan terhadap hak atas kebebasan
beribadah, beragama dan berkeyakinan bagi warganya. Kebhinekaan kita terganggu
dengan banyaknya peristiwa kekerasan terhadap masyarakat dalam menjalankan
keyakinannya. Ketenteraman kita terusik dengan terjadinya kekerasan atas nama
agama seperti tragedi Cikeusik, insiden Ciketing dan Taman Yasmin, peristiwa
Ambon serta bom bunuh diri Masjid Polres Cirebon dan GBIS Solo.
Tidak berlebihan
jika Lembaga Studi dan Advokasi masyrakat (ELSAM) mengatakan bahwa tahun 2011 merupakan Titik
Nadir Perlindungan HAM. Alih-alih memberikan perlindungan, pemerintah malah
menjadi pelaku utama dan ikut terlibat dalam pelanggaran HAM. Jika dibanding
tahun sebelumnya, kondisi kebebasan beragama pada tahun 2011 ini tidak
menunjukkan gejala yang lebih baik. Malah, awal 2011 bisa disebut sebagai
periode paling gelap bagi perlindungan kebebasan beragama di Indonesia. Pada
bulan Februari 2011 sejumlah orang meninggal akibat gagalnya negara melindungi
warganya. Setelah tragedi Cikeusik ini,
tercatat sedikitnya 12 pelanggaran terhadap kebebasan beragama juga
terjadi, disusul bulan Maret dengan 11 kali pelanggaran
Dari mulai
intimidasi hingga pengrusakan rumah ibadah,
tercatat telah terjadi 63 kasus pelanggaran atas hak dan kebebasan
beragama pada tahun ini. Sebanyak 12 kali
kasus pelanggaran dilakukan oleh Pemda, 13 oleh warga masyarakat, 10
kasus dilakukan oleh massa Front Pembela Islam (FPI) dan 9 kasus pelanggaran
dilakukan oleh Polri. Tindak pelanggaran ini belum termasuk pelanggaran yang
berbentuk kebijakan. Dalam konteks ini, pemerintah justru mempromosikan dan
mendukung sejumlah regulasi yang melanggar hak kebebasan beragama. Setidaknya
sudah 11 regulasi daerah yang bertentangan dengan hak kebebasan beragama, 9 diantaranya
mengatur Ahmadiyah dan 2 diantaranya mengatur aliran keagamaan yang dianggap
menyimpang.
Tentunya tindakan kekerasan dan berbagai bentuk tindakan intoleran ini akan
menimbulkan efek sosial dan menimbulkan pertanyaan penting: sejauh mana
penghormatan akan perbedaan dan kebebasan beragama bisa tetap terjaga dan
terjamin (terlindungi) sebagai sebuah kebanggaan dan kekayaan bangsa ini?
Pemerintah dan aparat penegak hukum terlihat melakukan pembiaran atas tindak
kekerasan yang menghalangi kebebasan
beragama dan nampak abai dalam tugas-tugasnya.
Untuk itu kami
dari koalisi masyarakat sipil dari JKLPK (Jaringan Kerja Lembaga Pelayanan
Kristen di Indonesia), P3M (Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat),
AMAN Indonesia (The Asean Muslim Action Network) menyampaikan sikap
keprihatinan atas situasi tersebut dan kami menyerukan :
- Negara
harus bersikap tegas dalam menjamin serta melindungi secara penuh, kebebasan
serta kemerdekaan setiap warga negara untuk memeluk dan menjalankan
keyakinannya sesuai amanat konstitusi.
- Negara
harus meninjau ulang seluruh regulasi yang
diskriminatif dan membelenggu hak kebebasan beribadah, beragama dan
berkeyakinan.
- Negara
harus mengusut tuntas dan bertindak tegas kepada
pihak-pihak yang menganggu ketentraman masyarakat.
- Transisi
Demokrasi yang damai sesuai dengan nilai-nilai demokrasi dan prinsip-prinsip
kebhinekaan.
Jakarta, 20 Desember 2011
Kami Penyelengara :
Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M)
Jaringan
Kerja Lembaga Pelayanan Kristen di Indonesia (JKLPK)
The
Asean Muslim Action Network (AMAN Indonesia)
About Maxhavellar
Adds a short author bio after every single post on your blog. Also, It's mainly a matter of keeping lists of possible information, and then figuring out what is relevant to a particular editor's needs.
Tidak ada komentar: