Latest Stories
What is new?
Agenda
Artikel
»
Hak Asasi Manusia Perspektif NU
Hak Asasi Manusia Perspektif NU
By Maxhavellar On Rabu, 04 Januari 2012
Artikel
0 comments
Hak asasi manusia (HAM)—sebagaimana
tertuang dalam Universal Declaration of Human Rights yang diproklamasikan PBB
pada 10 Desember 1948—harus ditafsirkan dengan adil dan benar. Tujuannya agar
tidak disalahgunakan oknum-oknum tertentu.
Terjadi pembelokan—bahkan pembalikan—arus
dalam pergulatan penegakan HAM di Indonesia, dari yang semula penuh pelanggaran
dan sangat represif oleh aparat negara menjadi lebih berpihak kepada
perlindungan HAM yang, bahkan dalam kasus tertentu, cenderung mendesak dan
mengalahkan aparat negara.
Hal ini dapat dilihat paling tidak dari
lahirnya berbagai peraturan perundang-undangan (termasuk perubahan konstitusi)
yang lebih memberi tempat pada konvensi-konvensi internasional tentang HAM
dengan imperasi yang lebih kuat maupun dalam proses penanganan kasus-kasus HAM
yang diproses secara hukum (Mahfud M.D., 2006).
Islam merupakan ajaran yang menempatkan
manusia pada posisi yang sangat tinggi. Bahkan Alquran menjaminnya adanya hak
pemuliaan dan pengutamaan manusia, sesuai dalam firmannnya dalam Q.S. Al Isra’
: 70, ”Dan sesunguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka
di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami
lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang
telah kami ciptakan”. Manusia memiliki hak al karomah dan hak al fadhilah.
Apalagi misi Rasulullah adalah rahmatan lil ‘alamin, di mana kemaslahatan atau
kesejahteraan merupakan tawaran untuk seluruh manusia dan alam semesta.
Islam ditempatkan dalam kerangka
universalisme peradaban. Universalisme itu tecermin dalam ajaran-ajarannya yang
memiliki kepedulian tinggi terhadap unsur-unsur utama nilai kemanusiaan dengan
diimbangi oleh kearifan yang muncul dari keterbukaan peradaban Islam itu
sendiri. Relevansi dan implementasi ajaran agama harus diukur berdasarkan
pertimbangan kemaslahatan seluruh umat manusia dan prinsip-prinsip dasar untuk
mewujudkan kesejahteraan bersama (mabadi’ khairu ummah) yang dirumuskan dengan
cakupan yang luas. Dengan begitulah agama menjadi kekuatan pembebas dan penyatu
berbagai kepentingan dalam masyarakat. (Abdurrahman Wahid, 1995).
Sebagai ormas Islam terbesar di
Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) sangat mendukung terwujudnya nilai-nilai
(values) HAM dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, bukan sekadar teori atau
wacana, NU pun sudah melaksanakannya. NU sangat konsen dengan penegakan
nilai-nilai HAM di Indonesia, hal ini tertuang sesuai dengan Keputusan
Musyawarah Nasional Alim Ulama Nahdlatul Ulama pada 1997 di Lombok, Nusa
Tenggara Barat, dengan merekomendasikan agar lima prinsip dasar kemanusiaan
menjadi konsep yang utuh untuk memperjuangkannya terwujudnya al-huquq
al-insaniyyah (HAM) secara aktif dan sungguh-sungguh di bumi Indonesia.
Pertama, hifzh al-din, memberikan jaminan
hak kepada umat Islam untuk memelihara agama dan keyakinannya (al-din).
Sementara itu Islam juga menjamin sepenuhnya atas indentitas (kelompok) agama
yang bersifat lintas etnis, oleh karena itu Islam menjamin kebebasan beragama,
dan larangan adanya pemaksaan agama yang satu dengan agama yang lainnya.
Kedua, hifzh al nafs wa al-’irdh,
memberikan jaminan hak atas setiap jiwa (nyawa) manusia, untuk tumbuh dan
berkembang secara layak. Dalam hal ini Islam menutut adanya keadilan, pemenuhan
kebutuhan dasar (hak atas penghidupan) pekerjaan, hak kemerdekaan, dan
keselamatan, bebas dari penganiayaan dan kesewenang-wenangan.
Ketiga, hifzh al-’aql, adalah adanya
suatu jaminan atas kebebasan berekspresi, kebebasan mimbar, kebebasan
mengeluarkan opini, melakukan penelitian dan berbagai aktivitas ilmiah. Dalam
hal ini Islam melarang terjadinya perusakan akal dalam bentuk penyiksaan,
penggunaan ekstasi, minuman keras dan lain-lain.
Keempat, hifzh al-nasl, merupakan jaminan
atas kehidupan privasi setiap individu, perlindungan atas profesi (pekerjaan),
jaminan masa depan keturunan dan generasi penerus yang lebih baik dan
berkualitas. Free sex, zinah menurut syara, homoseksual adalah perbuatan yang
dilarang karena bertentangan dengan hifzh al-nasl.
Kelima, hifzh al-maal, dimaksudkan
sebagai jaminan atas pemilikan harta benda, properti dan lain-lain. Dan
larangan adanya tindakan mengambil hak dari harta orang lain, seperti mencuri,
korupsi, kolusi, monopoli, oligopoli, dan monopsoni.
Lima
prinsip dasar kemanusiaan (al huquq al insaniyyah) di atas sangat relevan dan
bahkan seiring dengan prinsip-prinsip hak-hak asasi manusia (HAM). Di samping
itu, Islam sebagai agama tauhid, suatu keyakinan (akidah) yang secara
transendental, dengan menisbikan tuntutan ketaatan kepada segenap kekuasaan
duniawi serta segala perbudakan manusia dengan berbagai macam jenis kelamin,
status sosial, warna kulit dan lain sebagainya. Keyakinan semacam ini jelas
memberikan kesuburan bagi tumbuhnya penegakan HAM melalui suatu kekuasaan yang
demokratis.
Oleh: Akhmad Syarief Kurniawan
(Sumber: Lampung Post, 10 Desember 2010)
About Maxhavellar
Adds a short author bio after every single post on your blog. Also, It's mainly a matter of keeping lists of possible information, and then figuring out what is relevant to a particular editor's needs.
Tidak ada komentar: