Latest Stories
What is new?
Agenda
Hijrah Nabi Muhammad SAW
Ilustrasi |
Beberapa
ayat al-Qur’an telah turun dan memerintahkan Nabi Muhammad untuk secara
terang-terangan mendakwahkan apa yang telah diterimanya dari Tuhannya.
Ajarannya yang hanya mengakui satu Tuhan dan tidak memberi tempat bagi dewa-dewi
yang sebelumnya dipuja hampir semua masyarakatnya membuat Nabi Muhammad harus
berhadapan dengan mereka.
Sebagian
orang Quraisy yang berkuasa mulai berkampanye untuk menyingkirkan Muhammad. Dia
dianggap sebagai ateis dan ingkar terhadap ajaran nenek moyang. Seorang utusan
mendekati Abu Thalib, pemuka klan setelah kematian kakek Muhammad, Abdul
Muthalib, dan memintanya untuk mencabut perlindungan terhadap Muhammad yang
diberikan oleh klannya. Sistem klan
adalah dasar yang kuat pada zaman itu. Tak seorang pun dapat hidup tanpa
perlindungan dari sebuah klan.
Hal
ini merupakan permasalahan yang dilematis bagi Abu Thalib. Di satu pihak, dia
tidak ingin membuat masalah dengan klan-klan yang ada. Tetapi di fihak yang
lain, dia juga tidak mau menjadi pemimpin yang gagal karena tidak dapat
memberikan perlindungan terhadap anggotanya, bahkan keponakan sendiri yang
dikasihi. Dan pilihan yang diambil oleh Abu Thalib adalah tetap berkeras untuk
tidak menyerahkan Muhammad kepada mereka.
Dan
selama Abu Thalib masih ada, tidak seorang pun dapat menyingkirkan Muhammad.
Tetapi tidak demikian dengan para pengikut Muhammad yang sebagian besar adalah
dari lapisan bawah, budak misalnya. Mereka mendapatkan perlakuan yang kejam
tiada tara dari para majikannya lantaran mengikuti
keimanan Muhammad. Bilal, budak hitam yang dibebaskan Abu Bakar karena
dilihatnya sedang dijemur di bawah sinar matahari di atas sebuah batu oleh
majikannya, Ummayah, adalah contoh yang sering ditunjuk berkenaan dengan kekejaman
musuh-musuh Muhammad.
Karenanya,
Muhammad meminta Negus, pemimpin Abyssinia Kristen, untuk menerima kedatangan
rombongan Muslim dari makah ke negerinya. Tahun 616 M. sekitar 83 Muslim meninggalkan
Makah bersama keluarga menuju Abyssinia . Di
antara mereka adalah Utsman bin Affan, khalifah ketiga setelah wafatnya
Muhammad. Diterimanya para emigran oleh raja Negus tentu mengancam
keberlangsungan hidup suku Quraisy. Karenanya, suku ini mengirimkan dua utusan
ke Negus untuk memintanya memulangkan para pengacau ini.
Di
depan Negus, masing-masing wakil dari kelompok Muslim dan Quraisy memberikan
argumennya. Wakil dari Quraisy mengatakan bahwa para emigran ini adalah
pengacau masyarakat dan pengutuk agama nenek moyang mereka. Adapun Ja’far,
wakil dari kelompok Muslim, mengatakan bahwa Muhammad hanyalah seorang nabi,
sebagaimana Yesus, yang diutus oleh Tuhan kepada umatnya. Dia membacakan surat Maryam, salah satu surat dalam al-Qur’an,
kepada orang-orang yang hadir. Bacaan Ja’far ini telah membuat Negus terharu
dan menangis, sehingga air matanya bercucuran. Negus menolak permintaan utusan
dari Quraisy dan membiarkan kelompok Muslim ini menjalankan keimanan mereka di
negeri yang baru ini.
Semakin
bertambah banyaknya para pengikut Muhammad, meski berbagai usaha pencegahan
telah dilakukan, membuat musuh-musuh Muhammad semakin agresif pula. Abu Jahl,
musuh Muhammad dari klannya sendiri, mencari dukungan dari klan-klan lain untuk
memboikot klan Hasyim dan Muthalib. Dengan didapatkannya dukungan pemboikotan
dari klan-klan ini, maka tak seorang pun dapat menikah atau berdagang dengan
dua klan tersebut. Dengan demikian, akses makanan terhadap mereka menjadi
terputus.
Pemboikotan
ini membuat semua anggota klan Hasyim dan Muthalib, baik yang Muslim maupun
tidak, pindah ke jalan milik Abu Thalib, yang menjadi kampung minoritas. Meski
demikian, larangan ini juga kurang populer, karena banyak orang-orang dari klan
lain yang memiliki hubungan saudara dengan dua klan tersebut tetap menjalin
hubungan dan mengirimi mereka makanan. Setelah dua tahun berlangsung, keadaan
semakin agak membaik, dan kampanye untuk menghentikan boikot semakin kuat. Dan
akhirnya larangan yang tergantung pada Ka’bah yang akan dicabut ternyata sudah
tidak ada karena sudah habis dimakan ulat kecuali kalimat “Dalam nama-Mu ya
Allah.”
Tahun
619 M. adalah tahun kesedihan bagi Muhammad. Khadijah meninggal segera setelah
habisnya masa pemboikotan. Dia adalah istri sekaligus teman terdekat Muhammad.
Tak seorangpun dapat menggantikan posisinya setelah kematiannya. Dia dikenal
sebagai hartawan yang banyak memberikan hartanya untuk dakwah suaminya. Dialah
orang yang memberikan ketenangan dan ketentraman jiwa sewaktu Muhammad menerima
wahyu yang pertama kalinya. Dia disebut sebagai orang pertama yang masuk Islam
dari kelompok wanita.
Namun
kesedihan semakin bertambah dengan wafatnya Abu Thalib, yang ternyata belum
masuk Islam, tak lama setelah wafatnya Khadijah. Dengan demikian, benteng
perlindungan Muhammad nyaris runtuh. Orang-orang yang selama ini tidak berani
mengganggunya lantaran masih adanya perlindungan dari Abu Thalib, sekarang
semakin bebas untuk melancarkan gangguan dan serangannya.
Diceritakan,
banyak orang sudah mulai terbiasa melempari Muhammad dengan kotoran onta dan
usus domba. Mereka sering mengganggunya ketika dia sedang melakukan shalat. Dia
semakin juga sering dilempari kotoran ketika sedang berjalan. Hal ini juga
berpengaruh terhadap para pengikut-pengikutnya. Mereka juga mendapatkan
perlakuuan yang tidak kalah mengenaskan darinya.
Mungkin
karena putus asa, Muhammad pergi ke Thaif, sebuah kota perdagangan sebagaimana
Makah, di mana beberapa anggota keluarga Abdi Syams dan Hasyim memiliki tempat
tinggal di sana. Dia mengunjungi tiga bersaudara Tsaqif dan memintanya sesuatu
yang tentu saja akan ditolaknya, yaitu menerima agama barunya dan memberikan
perlindungan terhadapnya. Karena dikejar budak-budak mereka, Muhammad
berlindung dikebun milik Utbah bin Rabiah, musuhnya di Makah. Meski demikian,
dia mendapat perlakukuan yang baik darinya. Dia kembali ke Makah setelah
mendapatkan perlindungan sementara dari keluarga Naufal. Pada saat inilah dia
mulai berkhotbah pada peziarah badui yang datang pada musim haji.
Pada
waktu-waktu inilah peristiwa Isra’ Mi’raj terjadi. Ketika sedang tidur di hijr,
tempat tertutup di barat daya Ka’bah, dia merasa dibangunkan oleh Jibril. Bersama Jibril , ia
naik kuda surgawi yang dinamakan Buraq menuju ke Jerusalem atau Masjidil Aqsha dengan terlebih
dahulu mampir ke Bethlehem
dan Gunung Tursina, sebagai bentuk pengakuan terhadap kenabian dua orang
sebelumnya, Yesus dan Musa. Di Jerusalem, Muhammad melakukan shalat bersama
para nabi sebelumnya.
Perjalanan
dilanjutkan dengan naik ke atas menembus langit. Di setiap langit dia menjumpai
nabi-nabi tertentu yang diutus sebelumnya. Ketika sampai Tahta Ketuhanan,
Muhammad mendapatkan perintah shalat 50 kali sehari dari Allah. Kewajiban
shalat lima
puluh kali ini akhirnya mendapat pengurangan menjadi lima kali sehari setelah bolak-balik
menghadap Allah karena nasehat dari Nabi Musa. Dalam tradisi sufi, peristiwa
ini dianggap sebagai keberhasilan Muhammad dalam mencapai posisi terdekat
dengan Tuhan.
Sebagaimana
biasa, pada musim haji tahun 620 Muhammad mendatangi peziarah yang berkemah di
Aqabah. Bersama enam orang penyembah berhala dari Yatsrib, ia duduk bersama,
menceritakan misinya, dan membacakan al-Qur’an kepada mereka. Kali ini ia
mendapat perhatian penuh simpati dari mereka. Mereka yakin bahwa Muhammad
adalah nabi yang akan keluar dan yang sering dibicarakan. Bagi mereka, jika
Muhammad adalah benar seorang nabi, maka penting untuk mencegah para Yahudi
menemukannya terlebih dahulu. Sejak saat itu mereka masuk Islam.
Waktu
itu Yatsrib belum merupakan kota
sebagaimana Makah, tetapi sebuah perkampungan dengan sebuah oase. Hingga awal
abad ke-7, terdapat tiga suku Yahudi utama di sana ; Bani Quraidhah, bani Nadhir, dan bani
Qainuqa. Ada
juga suku lain yaitu Aus dan Khajraj yang keduanya berasal dari Arabia Selatan.
Ketika
Muhammad berdakwa kepada enam peziarah dari Yatsrib, sebenarnya mereka tidak terkejut
dengan pesan monoteisnya, karena mereka sudah sering medengar hal tersebut dari
orang-orang Yahudi Yatsrib. Bahkan, sebagai utusan Allah, Muhammad dipandang
akan mampu menjadi pemimpin yang lebih tidak berpihak dibanding Ibn Ubay,
pemimpin mereka. Mereka akan kembali lagi tahun depan dengan melaporkan
perkembangan agama baru mereka. Mereka yang dari suku kecil Khajraj harus dapat
menarik simpati dari suku Aus yang besar.
Pada
tahun haji 621, enam pengikut baru dari Yatsrib datang kembali ke Makah dengan
membawa tujuh orang, di mana dua di antaranya dari suku Aus. Mereka bertemu
Muhammad di Aqabah dan melakukan sumpah resmi (baiat Aqabah pertama) untuk
menyembah hanya kepada Allah dan melaksanakan perintahnya. Dan ketika kembali
ke Yatsrib, Muhammad mengirim Mush’ab bin Umar untuk mengajarkan al-Qur’an
kepada penduduk Yatsrib. Dari Mush’ab inilah banyak orang-orang Yatsrib yang
semula tidak simpati terhadap agama baru ini menjadi pemeluknya yang setia.
Agama
Islam menyebar dengan cepat di daerah ini. Bahkan di setiap keluarga akan
ditemukan seorang Muslim di sana .
Dan di tahun 622, sebanyak 73 laki-laki dan 2 perempuan Muslim dari ratusan peziarah meninggalkan
Yatsrib menuju Makah. Dalam pertemuan malam di Aqabah, di mana para Muslim ini meninggalkan
teman-teman penyembah berhala, mereka berikrar, ”Kami berjanji akan berperang
demi kepatuhan mutlak kepada sang Rasul, dalam kesenangan maupun kesedihan,
kemudahan atau kesulitan, kami tidak akan berbuat salah lagi, kami akan
mengatakan kebenaran setiap waktu, dan kami tidak akan khawatir lagi pada
celaan orang dalam beribadah.”
Sekembalinya
rombongan ini ke Yatsrib, Muhammad mendorong para pengikutnya untuk melakukan hijrah,
migrasi dari Makah ke Yatsrib. Hijrah bukan hanya masalah perubahan geografi,
tetapi umat Muslim Makah harus meninggalkan Quraisy dan menerima perlindungan
permanen dari suku yang tidak memiliki hubungan darah dengan mereka. Ini adalah
hal yang belum pernah terjadi sebelumnya, bahkan dapat menyinggung perasaan
bangsa Arab.
Karenanya,
hijrah adalah sesuatu yang menakutkan. Mereka tidak tahu apa yang akan terjadi
nantinya. Meski demikian, Muhammad tidakmengharuskan umat Muslim untuk
beremigrasi. Yang tida sanggup diperkenankan untuk tetap tinggal di Makah dan tidak
akan dianggap murtad.
Pada
bulan Juli-Agustus tahun 622, sekitar tujuh puluh Muslim berangkat ke Madinah,
nama lain dari Yatsrib, bersama dengan keluarga mereka. Mereka menumpang di
rumah-rumah orang Anshar, Muslim yang dari Madinah, sampai mereka dapat
membangun rumah sendiri. Meski orang-orang Quraisy berusaha menghalang-halangi
hujrah ini, namun umat Muslim juga tidak kalah cerdik dalam mengelabuhi mereka
agar tidak ketahuan dalam berhijrah. Dikisahkan, pintu-pintu rumah mereka
membuka dan menutup ditiup angina karena tidak ada penghuninya. Muhammad
sendiri bersama Abu Bakar tetap di Makah sampai semuanya pergi.
Setelah
pelindung Muhammad, Muth’im, meninggal, para pemuka Quraisy mengadakan
pertemuan untuk menghabisi Muhammad. Abu Jahl memberikan usul penyingkiran
Muhammad tanpa pertumpahan darah yang akhirnya diterima oleh orang-orang yang
hadir. Usul itu adalah bahwa setiap klan akan mengirimkan pemuda terbaiknya
untuk mebunuh Muhammad secara bersama-sama. Dengan demikian klan Hasyim tidak
akan dapat membalas dendam kepada semua klan yang ada.
Pada
suatu malam yang telah ditentukan, segerombolan pemuda pilihan ini mendatangi kediaman Muhammad dan akan
membunuhnya. Namun karena ada wanita dan anak kecil di sana , mereka menundanya sampai pagi. Lagi
pula Muhammad masih dilihat terbaring di atas ranjangnya. Mereka tidak menyadari
bahwa setelah mendengar rencana mereka dari Jibril, Muhammad keluar dan
menyuruh Ali, sepupunya, untuk tidur di tempatnya. Sehingga ketika yang
didapati hanyalah Ali, mereka langsung menawarkan seratus ekor unta bagi siapa
saja yang dapat membawa kembali Muhammad, baik dalam keadaan hidup ataupun
mati.
Peristiwa
ini juga menunjukkan bahwa klaim
terhadap masyarakat di mana Nabi Muhammad hidup sebagai orang yang bodoh
(jahiliyyah) dalam pengetahuan tidaklah benar. Karena dari contoh tersebut kita
dapat melihat betapa mereka sangat menghormati eksistensi orang lain dan tidak
akan membunuh orang yang tidak menjadi sasarannya.
Muhammad
sudah pergi bersama Abu Bakar menuju sebua gua di luar Makah dan bersembunyi di
sana selama
tiga hari. Beberapa kerabat mengirimi mereka makanan. Sebenarnya, para pencari
pun telah sampai ke tempat itu, namun sebuah mukjijat telah datang. Hanya dalam
semalam, sebuah pohon akasia telah tumbuh, dan di mulut gua telah bersarang
seekor merpati, dan mulut gua telah dipenuhi dengan jaring laba-laba; suatu
tanda yang menunjukkan bahwa di dalamnya tidak akan ada orang yang baru saja
masuk.
Setelah
dirasa aman, mereka melanjutkan perjalanan dengan naik anta yang baru dibeli
dari Abu Bakar, Qaswa. Dan untuk sampai Madinah, mereka harus menempuh
perjalanan yang panjang dan berkelok-kelok untuk menghilangkan jejak. Setelah
sampai Quba, daerah sebelum Madinah, mereka tinggal selama tiga hari dan
membangun masjid Islam pertama di sana ,
Masjid Quba.
Setelah
sampai Madinah, untuk menghilangkan kesan pilih kasih, Muhammad tidak turun
dari Qaswa sampai onta itu berhenti dengan sendirinya. Di kebun dua anak yatim
onta itu berhenti dan di sanalah Muhammad akan memulai hidup barunya di
Madinah.
Langkah
pertama yang disebut telah dilakukan Muhammad di Madinah adalah mendirikan
Masjid Nabawi. Di sini semua orang baik dari Muhajirin maupun Anshar bekerja sama
dalam mendirikan rumah Allah itu. Dan di sebelah masjid ini Muhammad tinggal.
Yang
kedua adalah mempererat persaudaraan kaum muslim, yaitu dengan mempersaudarakan
kaum Anshar dengan kaum Muhajirin. Kaum Muhajirin yang jauh-jauh datang dari
Makah dengan tidak membawa apa-apa, oleh Muhammad dipersaudarakan dengan orang
Anshar. Meski hubungan ini baru dan tidak ada ikatan darah sebelumnya, namun
mereka diharuskan untuk saling berbagi, bahkan harta seorang Anshar harus
dibagi dua dengan saudaranya dari Muhajirin.
Yang
ketiga, untuk memantapkan dan menjamin keamanan dengan masyarakat Madinah, Muhammad
mengadakan perjanjian dengan orang-orang Yahudi. Bahwa semua suku harus
menguburkan semua rasa benci dan membentuk satu umat dan saling melengkapi.
Dokumen yang disebut sebagai Piagam Madinah ini sampai sekarang sering
disebut-sebut sebagai dasar hak-hak asasi
manusia modern.
Sampai
di sini Islam dituduh sebagai agama yang memecah belah masyarakat. Muhammad
dituduh telah mencuri anak-anak dari orang tuanya. Tetapi setelah ikatan-ikatan
kuno telah dicabut, suku Quraisy, Aus, dan Khajraj membentuk umat yang satu.
Sehingga Islam menjadi kekuatan pemersatu, bukan pemecah belah lagi.
Seperti
suku, umat adalah dunia tersendiri, satu komunitas di luar manusia lainnya,
namun tetap dapat membuat persahabatan dengan suku-suku lain dengan cara
konvensional. Kesatuan umat adalah cermin dari kesatuan dengan Tuhan. Tak ada
ikatan darah, tak ada kesetiaan suku, semua harus menjaga kerukunan umat:
sesama Muslim tak boleh saling berkelahi, apapun sukunya.
Meski
demikian, tidak semua orang Madinah yang masuk Islam adalah murni karena
beriman. Beberapa orang munafiq masuk Islam karena ingin mendapatkan kedudukan
dan kehormatan. Dan beberapa yang lain tetap tidak puas dengan Islam, karena
dengan masuknya ke dalam Islam, berarti kedudukan mereka terancam. Abdullah bin
Ubay, calon terkuat pemimpin Madinah, tidak menjadi pemimpin Madinah karena
kedatangan Muhammad. Karenanya dia menjadi pemimpin orang-orang munafiq ini.
Setelah
melalui berbagai konflik dengan Yahudi Madinah, akhirya agama baru ini
menyatakan mandiri dan terbebas dari agama tua itu yang ditunjukkan secara
simbolis melalui perubahan arah kiblat dalam shalat. Kiblat shalat yang semula
menghadap Jerusalem ,
kini harus diubah dengan menghadap ke Ka’bah. Ketika itu, Muhammad harus
membuat jamaah shalatnya berputar dalam menghadap kiblat, karena turunnya wahyu
dalam keadan shalat.
Perubahan arah kiblat ini disebut sebagai tanda keagamaan Muhammad yang paling kreatif. Dalam menghadap Makah, kaum Muslim secara diam-diam menyatakan bahwa mereka tidak menjadi bagian dari komunitas yang telah mapan, melainkan hanya mengarah kepada Tuhan semata. Dengan mengarah pada Ka’bah yang merdeka dari dua agama terdahulu, umat Islam kembali ke keimanan asal dari seorang manusia yang membangun Ka’bah itu, Ibrahim.
Perubahan arah kiblat ini disebut sebagai tanda keagamaan Muhammad yang paling kreatif. Dalam menghadap Makah, kaum Muslim secara diam-diam menyatakan bahwa mereka tidak menjadi bagian dari komunitas yang telah mapan, melainkan hanya mengarah kepada Tuhan semata. Dengan mengarah pada Ka’bah yang merdeka dari dua agama terdahulu, umat Islam kembali ke keimanan asal dari seorang manusia yang membangun Ka’bah itu, Ibrahim.
oleh: Ali Muhayyar
About Maxhavellar
Adds a short author bio after every single post on your blog. Also, It's mainly a matter of keeping lists of possible information, and then figuring out what is relevant to a particular editor's needs.
Tidak ada komentar: