Latest Stories
What is new?
Agenda
Berita
»
Radikalisme Agama Belum Berakhir
Radikalisme Agama Belum Berakhir
By Maxhavellar On Jumat, 15 Juli 2011
Berita
0 comments
P3M, Jakarta -- Penangkapan polisi atas anggota Front Pembela Islam (FPI) dan Komando Laskar Islam (KLI) belum menjadi akhir radikalisme (premanisme) Islam di Indonesia. Penyebabnya, ada kesenjangan dan ketidak-adilan.
Penangkapan yang dilakukan Rabu (4/6) di Petamburan, merupakan langkah tepat. Siapapun yang berbuat onar, apalagi radikal, wajib ditahan. Tapi, itu bukan berarti premanisme itu akan hilang. Pasalnya, radikalisme muncul sebagai perlambang melebarnya kesenjangan dan tiadanya keadilan.
"Selama kesenjangan dan ketidak-adilan sosial masih menganga, kita belum bisa mengakhiri radikalisme agama di Indonesia. Bagaimanapun, bagi kaum Muslim, agama sangat efektif sebagai landasan spiritutal dan legitimasi tindakan,'' kata Bursah Zarnubi, Presiden Partai Bintang Reformasi (PBR), yang juga Ketua Fraksi PBR di DPR.
Ajaran agama di Indonesia, juga di sejumlah negara Muslim, masih amat potensial sebagai sumber tindakan praktis dalam hubungan antara individu dan kelompok. Oleh sebab itu ia menjadi dasar terbentuknya apa yang disebut cara ideologisme agama. Donald E. Smith menyebutnya religio political system, Clifford Geertz menamainya religions mindedness.
Saat ini, secara nyata agama memiliki kekuatan potensial untuk pembakar fanatisme yang akan mengobarkan pergolakan dan kekerasan yang meletus di kala ada kesempatan. Agama dalam posisi semacam itu, mempunyai fungsi ganda, yakni sebagai pembentuk integritas dan pembentuk konflik kekerasan.
Di Indonesia, beberapa tahun terakhir, kita menyaksikan beberapa kelompok radikal Islam, faktanya, terbukti secara meyakinkan terlibat dalam sejumlah peristiwa pengeboman di sejumlah wilayah di Indonesia. Agaknya hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa aksi-aksi yang dilakukan kelompok Islam radikal bertolak belakang dengan kelompok mayoritas Muslim Indonesia yang pada dekade 1980-an menunjukkan karakter mereka yang moderat dan toleran.
Kecenderungan yang demikian inilah yang tampaknya membuat sebagian pengamat tertarik menganalisa pertumbuhan radikalisme Islam di Indonesia.
Radikalisasi yang tumbuh di kalangan muslim adalah efek domino dari kebobrokan sistem sosial masyarakat yang sudah tidak lagi mengindahkan peraturan agama.
Itu sebabnya, mereka yakin bahwa Islam mampu menyelesaikan semua problem masyarakat. Agar masyarakat menjadi lebih islami, agar tidak ada KKN, agar pergaulan antarremaja lebih islami, dan tidak ada lagi perilaku tidak bermoral di bumi Indonesia.
"Karena itu, langkah tegas pemerintah mengakhiri radikalisme dan premanisme berjubah agama mutlak dibutuhkan, sebagaimana kita butuh langkah tegas pemerintah untuk memberantasn korupsi," kata Zannuba Arifah Chafsoh (Yenny Wahid), Sekjen Partai Kebangkitan Bangsa versi ayahnya, Abdurrahman Wahid.
Namun demikian, Yenni mengakui, tidak mudah memberangus premanisme berjubah agama di Indonesia. Langkah tegas pemerintah, tanpa kompromi, setidaknya bisa mengurangi dan mencegah munculnya radikalisme dan premanisme baru yang merongrong tatanan sosial dan menakutkan masyarakat. "Negara tak boleh kalah terhadap kaum premanisme agama yang mencederai kebhinekaan dan kebangsaan kita," kata sosiolog UI Thamrin Amal Tomagola. [I4]
Penangkapan yang dilakukan Rabu (4/6) di Petamburan, merupakan langkah tepat. Siapapun yang berbuat onar, apalagi radikal, wajib ditahan. Tapi, itu bukan berarti premanisme itu akan hilang. Pasalnya, radikalisme muncul sebagai perlambang melebarnya kesenjangan dan tiadanya keadilan.
"Selama kesenjangan dan ketidak-adilan sosial masih menganga, kita belum bisa mengakhiri radikalisme agama di Indonesia. Bagaimanapun, bagi kaum Muslim, agama sangat efektif sebagai landasan spiritutal dan legitimasi tindakan,'' kata Bursah Zarnubi, Presiden Partai Bintang Reformasi (PBR), yang juga Ketua Fraksi PBR di DPR.
Ajaran agama di Indonesia, juga di sejumlah negara Muslim, masih amat potensial sebagai sumber tindakan praktis dalam hubungan antara individu dan kelompok. Oleh sebab itu ia menjadi dasar terbentuknya apa yang disebut cara ideologisme agama. Donald E. Smith menyebutnya religio political system, Clifford Geertz menamainya religions mindedness.
Saat ini, secara nyata agama memiliki kekuatan potensial untuk pembakar fanatisme yang akan mengobarkan pergolakan dan kekerasan yang meletus di kala ada kesempatan. Agama dalam posisi semacam itu, mempunyai fungsi ganda, yakni sebagai pembentuk integritas dan pembentuk konflik kekerasan.
Di Indonesia, beberapa tahun terakhir, kita menyaksikan beberapa kelompok radikal Islam, faktanya, terbukti secara meyakinkan terlibat dalam sejumlah peristiwa pengeboman di sejumlah wilayah di Indonesia. Agaknya hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa aksi-aksi yang dilakukan kelompok Islam radikal bertolak belakang dengan kelompok mayoritas Muslim Indonesia yang pada dekade 1980-an menunjukkan karakter mereka yang moderat dan toleran.
Kecenderungan yang demikian inilah yang tampaknya membuat sebagian pengamat tertarik menganalisa pertumbuhan radikalisme Islam di Indonesia.
Radikalisasi yang tumbuh di kalangan muslim adalah efek domino dari kebobrokan sistem sosial masyarakat yang sudah tidak lagi mengindahkan peraturan agama.
Itu sebabnya, mereka yakin bahwa Islam mampu menyelesaikan semua problem masyarakat. Agar masyarakat menjadi lebih islami, agar tidak ada KKN, agar pergaulan antarremaja lebih islami, dan tidak ada lagi perilaku tidak bermoral di bumi Indonesia.
"Karena itu, langkah tegas pemerintah mengakhiri radikalisme dan premanisme berjubah agama mutlak dibutuhkan, sebagaimana kita butuh langkah tegas pemerintah untuk memberantasn korupsi," kata Zannuba Arifah Chafsoh (Yenny Wahid), Sekjen Partai Kebangkitan Bangsa versi ayahnya, Abdurrahman Wahid.
Namun demikian, Yenni mengakui, tidak mudah memberangus premanisme berjubah agama di Indonesia. Langkah tegas pemerintah, tanpa kompromi, setidaknya bisa mengurangi dan mencegah munculnya radikalisme dan premanisme baru yang merongrong tatanan sosial dan menakutkan masyarakat. "Negara tak boleh kalah terhadap kaum premanisme agama yang mencederai kebhinekaan dan kebangsaan kita," kata sosiolog UI Thamrin Amal Tomagola. [I4]
Sumber: Inilah Dot Com
About Maxhavellar
Adds a short author bio after every single post on your blog. Also, It's mainly a matter of keeping lists of possible information, and then figuring out what is relevant to a particular editor's needs.
Tidak ada komentar: